Rabu, 31 Juli 2013

Gus Dur : Negara dan Kepemimpinan Dalam Islam

Oleh : Abdurrahman Wahid

Sebenarnya, terdapat hubungan sangat erat antara kepemimpinan dan konsep negara dalam pandangan Islam. Penulis pernah mengemukakan sebuah sumber tertulis (dalil naqli) dalam pandangan Islam. Adagium itu adalah “Tiada Islam tanpa kelompok, tiada kelompok tanpa kepemimpinan, dan tiada kepemimpinan tanpa ketundukan” (La Islama Illa bi Jama’ah wala Jama’ata Illa bi Imarah wala Imarata Illa Bi Tha’ah). Di sini tampak jelas, arti seorang pemimpin bagi Islam, ia adalah pejabat yang bertanggung jawab tentang penegakan perintah­perintah Islam dan pencegah larangan­larangan­Nya (amar ma’rûf nahi munkar). Karenanya, pemimpin dilengkapi dengan kekuasaan efektif, yang jelas kekuasaan efektif inilah yang oleh Munas Ulama tahun 1957 di Medan, dinyatakan sebagai “wewenang kekuasaan efektif “ (syaukah).

Karena itulah, Munas tersebut mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia adalah “penguasa pemerintahan untuk sementara, dengan kekuasaan efektif (walîyyu al-amri li dharûri bi al-syaukah).” Maksud dari kata “untuk sementara”, karena ia adalah pengganti Imam yang dalam hal ini Kepala Pemerintahan. Namun wewenang yang dimilikinya sebagai pengganti Imam tidak berdasarkan sumber tertulis (dalil naqli), melainkan karena pertimbangan rasional ( dalil aqli), yang tidak mengurangi keabsahan kekuasaan itu sendiri. Kemudian kata “sementara”, artinya sebelum datangnya hari kiamat. Keputusan Munas di atas, dinyatakan berlaku bagi semua Presiden Republik Indonesia, namun oleh mereka yang “dibius” oleh konsep Negara Islam, dinyatakan hanya berlaku untuk Kepresidenan Bung Karno saja.

Karena itu diandaikan, di dalam bukan negara Islam tidak ada konsep Islam tentang kepemimpinan, dan dengan demikian konsep itu tidak memiliki keabsahan dalam pandangan Islam. Ternyata setelah berjalan puluhan tahun lamanya, kini kita mengetahui kenyataan sebenarnya, yaitu bahwa kelangkaan konsep Islam tentang negara, tidak berarti agama tersebut tidak memiliki pandangan tentang kepemimpinan. Pandangan ini melihat kepemimpinan menurut Islam berlaku untuk kepemimpinan negara (kepemimpinan formal) maupun kepemimpinan dalam masyarakat (kepemimpinan non­formal). Dalam tulisan ini akan ditinjau orientasi minimalnya, karena hal­hal lain diserahkan kepada akal kita untuk merumuskannya. 

Dalam pandangan Islam: “orientasi seorang pemimpinan terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat yang dipimpin”. Ini berarti, Islam tidak membeda­bedakan antara kepemimpinan negara dengan kepemimpinan masyarakat, juga mengenai bentuk dan batas waktunya. Serta tidak memikirkan format kenegaraan atau kemasyarakatan yang melatarbelakangi kepemimpinan itu, apakah itu imperium dunia, republik negara bangsa atau negara kota. Maka dari itu, sia­sia juga jika kita kaitkan langsung kepemimpinan di “Negara Islam” yang ada dengan proses demokratisasi. Karenanya, kita lihat sekarang ini kepemimpinan dalam “Negara Islam”ada yang bersifat otoriter atau demokratis, dengan sistem pemerintahan Raja atau Amir, kepemimpinan ulama maupun kepemimpinan para sesepuh masyarakat (community leaders). Selama kepemimpinan itu mendatangkan kesejahtera­ an langsung pada masyarakat, selama itu pula kepemimpinan yang ada memiliki legitimasi dalam pandangan umat Islam.

Namun di sinilah kita sering terjebak, yaitu dalam anggapan kesejahteraan di atas hanya menyangkut kenyataan­kenyataan lahiriah dan angka statistik belaka, seperti kepemilikan benda, usia hidup rata­rata dan sebagainya. Sering dilupakan, masalah kesejahteraan juga menyangkut kemerdekaan berbicara dan berpendapat, kedaulatan hukum dan persamaan perlakuan bagi semua warga negara di hadapan undang­undang. Hal­hal itu nantinya akan menyangkut kebebasan berorganisasi, kebebasan rakyat dalam menentukan bentuk negara yang mereka ingini dan beberapa aspek kehidupan agar tercipta rasa keadilan. 

Proses peralihan (transisi) kepemimpinan dunia, negara dan masyarakat seperti kita lihat dewasa ini, masih menimbulkan keresahan. Keresahan ini seperti yang menghinggapi negara dengan mayoritas warganya yang beragama Islam, akibat dari gagalnya upaya­upaya terorisme dengan mengatasnamakan Islam yang terjadi di mana­mana. Seharusnya, para pakar masyarakat muslim di seluruh dunia, harus mensosialisasikan pengenalan dan identifikasi sebab-sebab utama munculnya terorisme itu. Dan bukannya diselesaikan dengan penyerangan dan pengeboman seperti yang terjadi di Afghanistan dan Irak. Pengeboman itu sendiri secara tidak jujur dikemukakan Presiden Amerika Serikat (AS) Geogre W. Bush Jr. sebagai upaya menurunkan diktaktor Saddam Husein dari jabatan kepresidenan di Irak. Padahal, pertimbangan­pertimbangan geopolitik internasional yang membuat Amerika mengambil tindakan terhadap Irak. Yaitu, karena Saudi Arabia telah “menyimpang” dari politik luar negeri AS, pa­ dahal ia adalah penghasil minyak bumi (BBM) nomor satu di dunia, maka harus dicarikan kekuatan pengimbang terhadapnya. Pilihan itu jatuh kepada Irak, karena ia adalah penghasil minyak bumi kedua terbesar saat ini. Karena Irak di bawah kepresidenan Saddam tidak akan mungkin mengikuti politik luar negeri AS maka ia harus diganti secepatnya. Kalau Saddam dianggap sebagai “kekuatan jahat” (evil force), mengapakah hal itu tidak dikenakan atas para pemimpin Saudi Arabia? Negara yang telah menghukum mati sekitar dua ribu orang yang dianggap “kaum oposan”? Standar moral ganda (double morality) seperti inilah yang digunakan para pemimpin seperti Bush saat ini, yang membuat istilah “politik” dicitrakan sangat buruk. Padahal oleh mendiang Presiden AS John F. Kennedy, politik sebagai “karya termulya”, karena menyangkut kesejahteraan (lahir dan batin) rakyat.

Kembali pada kepemimpinan Islam. Dalam Islam kepemimpinan haruslah berorientasi kepada pencapaian kesejahteraan orang banyak. Sebuah adagium terkenal dari hukum Islam adalah “kebijakan dan tindakan seorang pemimpin haruslah terkait langsung kepada kesejahteraan rakyat yang dipimpin (tasharruf al-imâm ‘alâ al-ra’iyyah manûthun bi al-mashlahah).” Jelaslah dengan demikian kepemimpinan yang tidak berorientasi kepada hal itu, melainkan hanya sibuk dengan mengurusi kelangsungan kekuasaan saja, bertentangan dengan pandangan Islam. Karenanya, dalam menilai kepemimpinan dalam sebuah gerakan, selalu diutamakan pembicaraan mengenai kesejahteraan itu, yang dalam bahasa Arab dinamakan al-mashlahah al-âmmah (secara harfiyah, dalam bahasa Indonesia berarti: kepentingan umum). 

Selain itu, Islam tidak mempunyai konsep yang pasti (baku) tentang bagaimana sang pemimpin ditetapkan. Kepemimpinan sebuah organisasi Islam, ada yang ditetapkan melalui pemilihan dalam kongres atau muktamar, tetapi masih tampak betapa kuatnya faktor keturunan dalam hal ini, seperti dialami penulis sendiri. Baiknya sistem ini, jika orang itu membentuk kehidupannya sesuai dengan konsep kemaslahatan umat. Buruknya, jika pemimpin berdasarkan garis keturunan itu tidak memahami tugas dan kewajibannya, melainkan hanya asyik dengan kekuasaan dan kemudahan­kemudahan yang diperolehnya, maka akan menjadi lemahlah kepemimpinan tersebut. Apalagi jika kepemimpinan itu di tangan seorang penakut, yaitu pemimpin yang takut kepada tekanan­tekanan dari luar dirinya. Memang kedengarannya mudah mengembangkan kepemimpinan dalam kehidupan, tetapi sebenarnya sulit juga, bukan?

POLLING : TANPA KHOFIFAH, KARSA MENANG TELAK !!!

Tidak di loloskannya pasangan Berkah (Khofifah – Sumawiredja) oleh KPUD Jatim memberi keuntungan tersendiri bagi pasangan nomer urut satu yang juga masih berposisi sebagai incumben. Polling yng di gelar Tampoll Gubrak (Team Polling Gubrak) pada tanggal 17 – 30 Juli 2013 menunjukkan bahwa tanpa Khofifah, dominasi Soekarwo – Syaifullah Yusuf nyaris tak terbendung. 

Tidak tanggung tanggung, pasangan yang di usung oleh lebih dari 30 parpol ini sanggup mengumpulkan dukungan responden sekitar 45,69%. Jauh di atas pasangan dari PDI Perjuangan, Bambang DH – Said Abdullah yang hanya mengumpulkan dukungan sekitar 8,35% dan pasangan independen Eggy Sudjana – M Sihat dengan perolehan 0,26%. Pesaing utama Karsa justru adalah mereka yang belum menentukan pilihan alias pemilih abstain yang angkanya relative setara, yaitu 45,69%.

Materi polling : “Siapakah pasangan yang layak memimpin Jawa Timur 2013 – 2018 ?”

1. Soekarwo – Syaifullah Yusuf
2. Eggy Sudjana – M Sihat
3. Bambang DH – Said Abdullah
4. Belum Menentukan 

Hasil polling sebagai berikut :

1. Soekarwo – Syaifullah Yusuf : 45,69%
2. Eggy Sudjana – M Sihat : 0,26%
3. Bambang DH – Said Abdullah : 8,35%
4. Belum Menentukan : 45,69%
Total : 383 Responden
Margin of error : 5%

Bambang DH – Said Abdullah yang digadang – gadang mampu memberi perlawanan serius pada pasangan incumben rupanya tak mampu berbuat banyak. Dukungan responden pada pasangan ini malah lebih rendah di banding modal suara partainya di parlemen DPRD Jatim yang mencapai 17%. Pasangan yang merupakan kader PDI Perjuangan ini juga terbukti gagal menggaet suara pendukung Khofifah. Dari pantauan team kami, sebagian besar pendukung Khofifah menyatakan tidak akan menggunakan hak pilih jika Berkah tidak lolos. Sebagian lain menyatakan akan mengalihkan dukungannya pada pasangan nomer urut satu. Hanya sedikit sekali yang mengatakan kepada kami bahwa mereka akan mengalihkan dukungannya pada lawan lawan Karsa. 

Kami memang tidak secara jelas menghitung berapa pemilih Khofifah yang mengalihkan dukungan pada Karsa dan berapa suara pendukung Berkah yang memilih untuk golput. Karena memang itu tidak menjadi fokus pertanyaan kami terhadap responden. Akan tetapi jika merujuk polling sebelumnya (akhir Januari 2013) di mana kami membuat simulasi pilgub Jatim yang hanya mempertemukan Karwo dan Khofifah, maka jelas sekali dukungan masyarakat Jawa Timur pada Khofifah masih sangat besar. Berikut data polling yang kami lakukan melalui sms pada akhir Januari 2013 dengan pertanyaan sederhana : 

Pilih siapa ?

A. Soekarwo
B. Khofifah
C. Tidak Tahu


Dari polling itu kami mendapatkan jawaban, 34,61% responden menyatakan memilih Khofifah. 23,07% mendukung Soekarwo dan 42,3% menyatakan tidak tahu.  

 
DKPP Loloskan Khofifah, Peta Berubah

Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang mengabulkan gugatan pasangan Berkah sepertinya akan mengubah peta persaingan. Kendati keikutsertaan Berkah belum di putuskan secara definitif oleh KPUD Jawa Timur, akan tetapi jika benar pasangan ini lolos, pihak yang paling terancam sudah pasti adalah pasangan incumben. Mengingat, kemenangan Karsa sedikit banyak karena limpahan suara dari para pendukung Berkah. Maka, hasil polling terakhir kami yang menyatakan Karsa menang dengan angka 45,69% bisa tidak berarti apa apa.

Oleh sebab itu, Tampoll Gubrak dalam waktu dekat akan segera menggelar polling susulan untuk mengukur elektabilitas setiap pasangan yang akan bertarung dalam pilkada Jawa Timur. Kita tunggu saja, apa yang akan terjadi kemudian.

by Tampoll Gubrak

Selasa, 23 Juli 2013

Polling : 82% Gubraker Setuju FPI Di Bubarkan

Pict : Rimanews.com


Wacana pembubaran FPI kembali mencuat. Pemicunya tak lain adalah aksi sweeping yang di lakukan oleh anggota ormas pimpinan Rizieq Sihab terhadap sebuah tempat yang di duga sebagai sarang prostitusi di Sukorejo Kendal. Aksi yang melibatkan anggota FPI dari luar Kendal ini secara tak di duga mendapat perlawanan sengit dari warga Sukorejo. Tercatat satu warga masyarakat meninggal dunia akibat di lindas mobil yang di tumpangi anggota FPI. Selain itu, lima orang terluka. Termasuk salah satunya adalah anggota kepolisian. 

Insiden ini tak ayal makin menambah daftar panjang kekerasan yang pernah di lakukan FPI. Kecaman demi kecaman muncul. Tak kurang, Presiden SBY pun angkat bicara. Dalam sebuah acara buka bersama, presiden menegaskan akan segera memerintahkan jajaran bawahannya untuk menindak tegas perilaku main hakim sendiri yang di lakukan oleh sebagian kelompok masyarakat. Beberapa anggota FPI yang terlibat aksi sweeping kemudian di tangkap polisi. Polisi juga menangkap beberapa anggota masyarakat yang di duga ikut melakukan penyerangan terhadap kelompok FPI.

Kejadian di Sukorejo rupanya bukan pertama kali, dimana sebagian masyarakat mengungkapkan ketidak setujuannya dengan tingkah laku Front Pembela ‘Islam’. Publik masih ingat betul bagaimana masyarakat adat Kalteng ramai ramai menolak keberadaan FPI di tanah mereka. Kedatangan beberapa tokoh FPI ke Kalteng di sambut demonstrasi besar besaran yang di galang masyarakat Kalteng. Mereka bahkan mengancam akan mengusir FPI jika kelompok ini nekad mendirikan cabang di sana. 

Perlawanan berujung bentrokan juga pernah terjadi di Bogor. Kawanan FPI yang berniat membubarkan aksi balap liar justru mendapat perlawanan. Salah satu pimpinan lokal FPI tewas di sabet senjata tajam oleh kawanan balap liar. Keberanian masyarakat terhadap FPI juga di pertontonkan warga di Pamulang. Di mana Munarman, Panglima  Laskar Pembela ‘Islam’ (sayap FPI) secara mengenaskan di keroyok sekawanan pemuda di sana. 

Kendati sudah seringkali mendapat kecaman dan perlawanan dari warga, sepertinya belum akan membuat organisasi ini jera. Bahkan ancaman pembubaran oleh pemerintah justru di anggap angin lalu. Rizieq Shihab dalam statemennya yang di unggah di youtube malah mencibir SBY sebagai pemimpin pengecut. 


Mayoritas Gubraker Setuju FPI Di Bubarkan

Wacana pembubaran FPI rupanya mendapat dukungan mayoritas anggota Gubrak se Indonesia. Dalam jajak pendapat yang kami gelar hari ini (23 Juli 2013) dan melibatkan responden dari berbagai wilayah di tanah air, suara suara yang menginginkan FPI di bubarkan kian lantang. Tercatat 82% responden internal Gubrak Indonesia (Gubraker) menyatakan setuju FPI di bubarkan. Sementara sisanya menyatakan tidak setuju.

Alasan yang di ajukan Gubraker sangat variatif. Berikut beberapa petikan komentar yang di kirim gubraker pada relawan Tampoll Gubrak (Team Polling Gubrak) :

“Kalau dilihat dari sisi manfaaat dan mudhorotnya,  lebih banyak mudhorotnya.  Jadi saya setuju kalau FPI dibubarkan” (Gubraker Tangerang)

“FPI adalah salah satu contoh ke aroganan ormas yang (sering) memicu pecahnya kerukunan antar umat beragama di Nusantara. So, bubarkan !!!” (Gubraker Lampung)

“Saya setuju FPI di bubarkan. Yang jadi pertanyaan, apakah pemerintah berani untuk membubarkan?. Sampai saat ini, aparatpun pura pura buta melihat aksi kebrutalan FPI” (Gubraker DKI)

“Kenapa itu baru ditanyakan?. Dari pertama dulu ada, saya nggak setuju FPI. Dengan alasan tidak merubah keadaan (maksiat). Kemaksiatan hilang, itu bukan karena FPI. (Lihat saja) di dekat markas FPI ada tempat prostitusi Bongkaran yang masih tegak (tak tersentuh FPI). Ini kan tidak sesuai dengan ‘ashlih nafsaka, yuslih laka annas’ “ (Gubraker DKI)

“Sangat setuju. Karena tidak mencerminkn ajaran islam yang damai & toleran. FPI terkesan seperti preman berkedok islam” (Gubraker Blitar)

“Setuju.  Alasannya, pertama untuk tatanan Islam. Kedua demi Kewibawaan Negara” (Gubraker Malang)
“Setuju. Bikin ribut aja. Bikin malu. Tidak punya etika. Di agama lain nggak ada kayak gitu. Katanya Islam mengajarkan kedamaian ?. Kok kayak gitu ?” (Gubraker Tegal)

“Sangat setuju!!!. Karna FPI hanya mencoreng Islam. Fpi merusak Islam dari dalam” (Gubraker Cirebon)

“Sangat setuju. Karena, (1) Islam adalah sebuah agama, tidak menuntut pembelaan. (2) Umat Islam di Indonesia sama sekali tidak sedang terancam oleh agama yg lain. (3) FPI nyata nyata memperburuk toleransi antar agama di Indonesia. (4)  FPI  hanya sekumpulan preman yang mengatasnamakan agama Islam” (Gubraker Bali)

“Setuju. Karena nggak ada peran untuk bangsa. Kehadiran FPI hanya menambah jumlah preman di Indonesia” (Gubraker Surabaya)

“Bubarkan saja....!!. Amar Ma'ruf Nahi Munkar  nggak harus dengan Pentungan dan Emosi” (Gubraker Bojonegoro)

Walaupun sebagian besar Gubraker setuju FPI di bubarkan, ada pula yang menyatakan ketidaksetujuannya jika FPI di bubarkan. Berikut penjelasan dari sahabat Gubrak yang menyatakan ketidaksetujuannya jika FPI di bubarkan :

“Jangan dibubarkan. Nabi saja punya shahabat,  Asidda-u 'Alal Kuffar,Ruhama-u Bainahum ,Tarohum Rukka'an Sujjada, Yabtaguna Fadhlaminallahi Waridhwana. Kalau memang ada yang kurang baik, ya di perbaiki. Jangan di bubarkan. Pepatah mengatakan “bila kamu bercermin, tiba tiba mukamu cemong, Jangan kau banting cermin itu.  Tapi mukamulah yang harus dibersihkan. Bagaimanapun, satu sisi kita butuh mereka (FPI)” (Gubraker DKI)

“Tidak setuju. Lebih baik di bina saja. Kalau di bubarkan bisa aja ganti nama/logo.  Tapi kelakuannya sama aja” (Gubraker Depok)

“Tidak setuju. Karena FPI salah satu wujud gerakan persatuan. Dari sana nilai nilai Islam mencoba di tegakkan dan di kembangkan sesuai visi misi keagamaan” (Gubraker Sumsel)

Terlepas dari pro kontra apakah FPI perlu di bubarkan atau tidak, agaknya masyarakat Indonesia memiliki PR yang cukup pelik dan harus di tangani dengan baik. Mengenai moralitas, perilaku anarkhis dan tentu saja kemauan penyelenggara negara untuk membina ketertiban masyarakat. 

Terimakasih kepada semua responden yang sudah ikut menyumbangkan pemikirannya. Baik yang setuju maupun yang tidak setuju. Dalam Gubrak Indonesia, mari kita wujudkan masa depan negeri ini lebih baik.

                                                         
by Team Polling Gubrak (Tampoll Gubrak)