Sabtu, 30 Maret 2013

Cara EROTin Internet Flash Telkomsel April 2013

Cara EROTin Internet Flash Telkomsel April 2013 paling baru boz dan dijamin berhasil, sudah ane gunakan selama dua bulan ini.

cara: flashTSEL
password: pass1+ pass2+pass3 [gabungkan pass nya]

Minggu, 24 Maret 2013

KUDETA

Tak terlukiskan lagi, bagaimana rasa dongkolnya Prabu Duryudana sepulang dari Amarta. Negeri yang dahulu hanya hutan belantara nan angker dan hanya bisa di huni oleh bangsa dedemit, setan dan peri prayangan, kini oleh para Pandawa di sulap menjadi negeri yang mempesona. Gedung gedung yang megah, lahan pertanian yang subur, masyarakat yang gemah ripah loh jinawi dan para nayaka praja yang senantiasa peduli terhadap rakyatnya. Tidak itu saja, dari segi kemampuan militer, Amarta tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan militer yang tak bisa di anggap enteng. Di sana ada Bima, panglima perang Amarta sekaligus komandan angkatan darat Amarta yang di kenal kuat, kokoh dan sulit di kalahkan. Ada Arjuna yang memiliki pasukan pemanah berjumlah ribuan. Ada Nakula dan Sadewa yang kian hari kian menunjukkan kemajuan pesat dalam olah kemiliteran.
(Pict : filsafat.kompasiana.com)

"Mereka juga membangun benteng benteng yang tinggi dan kokoh, yang tidak kalah kuatnya dengan benteng istana Hastinapura. Apa ini bukan berarti mereka merencanakan kudeta ?" kata Prabu Duryudana di depan para petinggi Hastinapura.

"Sabar ananda prabu" Resi Krepa menenangkan," jangan terburu nafsu dengan menuduh anak anak Pandawa hendak melakukan kudeta terhadap kekuasaan ananda prabu. Bisa jadi itu mereka lakukan untuk melindungi negaranya dari gangguan para raksasa yang selama ini selalu mengganggu penduduk Amarta" lanjut salahsatu penasehat utama Hastina itu.

"Maaf paman Krepa" Basukarna menyela, "terus terang saya kurang setuju dengan pendapat paman Krepa. Sebagai seorang prajurit yang sudah lama malang melintang di dunia kemiliteran, saya kira apa yang di lakukan oleh para kadang Pandawa bukan di tujukan untuk melindungi negaranya dari gangguan para durjana semata. Tapi sudah menuju pada makar".

"Pikirkan baik baik, paman" sang adipati Awangga memperingatkan," apakah mungkin, untuk membasmi para raksasa yang tidak berpendidikan dan tak mengenal strategi keprajuritan, Pandawa perlu membangun kekuatan militer layaknya Hastinapura ?".

"Saya kira omongan adinda Basukarna ada benarnya, paman" Duryudana mengiyakan.


"Sudahlah kanda prabu. Tak perlu banyak berfikir. Lekas turunkan perintah pada saya untuk menumpas Amarta tanpa sisa. Jangan sampai mereka menjadi lebih kuat lagi, kanda prabu" Basukarna tak sabar.

Duryudana mengangguk setuju. Kenapa harus menunggu Amarta menjelma menjadi negara yang kuat kalau sekarang ada kesempatan untuk membumihanguskan mereka ?.

"Bagaimana paman Sengkuni ?" bola mata Duryudana tertuju pada sosok bermuka bopeng yang mengenakan busana bangsawan di sampingnya.

Pria yang di kenal sebagai perdana menteri Hastina dan memiliki akal banyak ini terlihat menyunggingkan senyum. Seolah apa yang sedang di bicarakan di balairung Hastina itu bukan sesuatu yang layak untuk di khawatirkan.

"Pendapat kakang Krepa mungkin ada benarnya, tapi Basukarna juga belum tentu salah" Patih Sengkuni buka suara.

"Maksud paman ?" Duryudana.

"Mungkin Pandawa hanya ingin melindungi negaranya. Tapi bisa jadi, sambil menyelam minum air. Jadi, kalau di rasa kuat, mereka bisa jadi akan mengancam kelangsungan tahta ananda prabu".

"Kalau begitu, segera kita labrak mereka paman" Duryudana mengepalkan tangannya.

"Tunggu dulu nanda prabu" sergah sang patih.

"Paman punya rencana lain ?. Katakan paman...".

Sengkuni mengatur nafas, berfikir sejenak untuk mengutarakan siasatnya.

"Kekhawatiran kita semua bukan pada kesuksesan kadang Pandawa membangun Amarta. Akan tetapi adalah niat yang mungkin timbul dari diri mereka untuk mengkudeta Prabu Duryudana dari singgasana Hastina. Maka untuk mengatasi keruwetan itu, langkah yang tepat adalah melakukan diplomasi untuk mencegah mereka melakukan niat jahat itu".

"Saya kurang paham, paman" desak Duryudana.

"Ananda prabu kan tahu, bagaimana kebiasaan sulung Pandawa, Puntadewa ?".

"Gemar berjudi ?" sahut Duryudana.

Sengkuni mengangguk.

"Kita manfaatkan kegemaran Puntadewa itu untuk mencegahnya agar tidak coba coba mengkudeta nanda prabu. Kita undang dia dan adik adiknya ke Hastinapura untuk bermain judi. Biar paman yang mengatur".

"Paman yakin cara itu berhasil ?" ragu ragu.

"Kalau paman gagal, silahkan gantung pamanmu ini di alun alun Hastina" Sengkuni meyakinkan.

Setelah itu Sengkuni menerangkan rencananya. Duryudana yang tahu persis bagaimana cerdiknya sang patih Sengkuni langsung memberikan persetujuan. Maka di utuslah Aswatama untuk pergi ke Amarta demi mengundang para Puntadewa dan adik adiknya ke Hastina.

Bak gayung bersambut, Puntadewa yang memang sudah lama tidak lagi menggeluti hobynya berjudi, tanpa rasa curiga sedikitpun menyambut tantangan Duryudana. Dengan di kawal empat adiknya dan beberapa prajurit Amarta, Puntadewa berangkat ke Hastina. Di pintu gerbang Hastinapura, Prabu Duryudana menyambut rombongan Amarta dengan sambutan kenegaraan yang sangat meriah. Ribuan orang berjajar di sepanjang jalan dengan mengibarkan dua bendera kebesaran Hastina dan Amarta. Meneriakkan nyanyian dan puja puji pada keluarga trah barata yang di wakili Pandawa dan Kurawa. Tidak cukup sampai di situ, Prabu Duryudana juga mempersiapkan jamuan istimewa, tempat tinggal mewah dengan dayang dayang terbaik serta fasilitas lain yang pada akhirnya membuat para Pandawa kehilangan kewaspadaan. Hingga masa yang di tunggu itu tiba.

"Aku sebenarnya merasa tersanjung, bisa menemani adinda Puntadewa menyalurkan hoby yang sudah lama tidak adinda lakukan. Akan tetapi, adinda khan tahu, aku orang yang bodoh dalam hal itu. Oleh karena itu, bagaimana kalau paman Sengkuni yang mewakiliku bertanding dengan adinda ?" kata Duryudana melancarkan rencananya.

Walaupun sebenarnya enggan berhadapan dengan Patih Sengkuni yang ia tahu memiliki akal yang licik, akan tetapi karena merasa tidak enak dengan sambutan bersahabat dari Prabu Duryudana, Puntadewa terpaksa mengiyakan. Maka di mulailah pertandingan judi antara Puntadewa dan Sengkuni yang mewakili pihak Kurawa.

Mula mula yang di pertaruhkan adalah uang. Sesuatu yang lumrah di pertaruhkan oleh mereka yang gemar berjudi. Sesuatu yang lumrah di pertaruhkan oleh mereka yang gemar berjudi. Namun dasar Sengkuni banyak akal, patih Hastina itu ternyata sudah mempersiapkan segalanya untuk memenangkan pertandingan. Mulai dari alat peraga, petugas yang menjadi wasit hingga pelayan yang menyuguhkan minuman memabukkan dan menghilangkan kesadaran Puntadewa.

Dapat di duga, sesi pertama ini Puntadewa kalah telak. Harta yang di bawanya dari Amarta ludes tanpa sisa. Bahkan ketika adik adiknya ikut menyumbang apa saja yang di miliki, tak cukup menolong Puntadewa dari kekalahan.

"Ahh, bagi seorang Puntadewa yang terkenal nrimo, apalah artinya harta benda yang di miliki. Toh itu semua tidak di bawa mati. Bukan begitu, gusti prabu ?" puji Sengkuni seraya membujuk Puntadewa untuk terus melanjutkan permainan.

"Tapi aku sudah tidak punya apa apa lagi paman ?" Puntadewa.

"Oh, nanda Prabu masih punya sesuatu yang bisa di pertaruhkan. Bagaimana kalau pusaka pusaka yang nanda pakai ?" Sengkuni menawarkan.

Dasar Puntadewa sudah terbius oleh permainan yang ia mainkan, bujuk rayu sang patih Hastina itu di turuti juga. Mulailah ia melepas pusaka pusaka sakti yang selama ini menemani kemanapun Puntadewa pergi. Tapi lagi lagi nahas bagi Puntadewa, pusaka yang ia pertaruhkanpun kemudian berpindah tangan. Tidak cukup sampai di situ, Sengkuni juga membujuk Puntadewa untuk mempertaruhkan jiwa raga saudara saudaranya. Awalnya Bima menolak, akan tetapi karena merasa kasihan dengan kakaknya yang sudah kehilangan semua yang di miliki, akhirnya Bima bersedia di jadikan taruhan bersama dengan adik adiknya. Dan dalam pertandingan selanjutnyapun pihak Pandawa lagi lagi kalah.

"Inilah permainan, nanda Puntadewa. Ada kalanya menang, adakalanya kalah. Tentu, nanda prabu menginginkan semua yang hilang itu kembali ke tangan nanda. Ksatria yang miskin, tentu hanya akan jadi bahan olok olok. Ksatria tanpa pusaka andalan, sudah pasti hanya jadi bahan tertawaan. Bagaimana kalau ananda prabu mempertaruhkan negara Amarta dan seisinya. Jika ananda menang, kami akan mengembalikan semua yang pernah kami menangkan. Dan kami juga akan menyatakan bahwa Hastina tunduk pada Amarta. Bagaimana ?".

Puntadewa terbelalak kaget. Mempertaruhkan Amarta adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Ia sudah membangun negara itu susah payah, haruskah ia pertaruhkan juga di meja judi ?. Tapi tawaran Sengkuni juga sangat menarik, bukan hanya ia akan mendapatkan semua yang sempat hilang di awal pertandingan, akan tetapi juga mendapatkan kekuasaan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

"Jika ada cara untuk mengambil alih haknya atas tahta Hastina tanpa melalui kekerasan, kenapa tidak di lakukan ?" begitu bisikan nafsu Puntadewa yang sudah termakan rayuan Patih Hastina.

Kerajaan Amarta yang gemah ripah loh jinawipun akhirnya di pertaruhkan di meja judi. Dan bisa di tebak, Sengkuni yang menang. Masih belum puas dengan memiliki Amarta dan segenap isinya, Patih Sengkuni mengajukan ide seronok yang tentu saja membuat Puntadewa hampir saja marah. Yaitu mempertaruhkan istrinya, Drupadi.

"Nanda Prabu boleh saja menolak, akan tetapi ananda harus ingat, bahwa semua sudah ada di tangan kami. Kami berhak atas nyawa kalian. Kami berhak melarang kalian pulang ke Amarta, kami berhak atas pusaka pusaka yang sudah kami menangkan. Artinya, menolakpun tidak ada gunanya. Akan tetapi kalau ananda menerima tawaran ini, ananda telah membuka peluang untuk memiliki kembali semua yang telah kami menangkan" desak Sengkuni setengah memaksa.

Puntadewa terdiam. Apa yang di tawarkan Patih Hastina itu memang tak masuk akal, akan tetapi ia tak punya pilihan lain. Daripada hidup hanya menjadi budak tanpa memiliki kehormatan, lebih baik ia pertaruhkan semuanya. Toh kalaupun ia menolak, Drupadi akan menjadi wanita yang terlunta lunta. Sebab suami dan saudara saudaranya sudah tergadaikan.

"Baik!. Saya terima !!!" tegas Puntadewa.

Pertandingan berlanjut. Dan untuk terakhir kalinya Pandawa di kalahkan oleh wakil Hastina. Prabu Duryudana kemudian mengutus Dursasana untuk mengambil Drupadi dari Amarta. Adik Duryudana yang sebenarnya sudah lama tergila gila dengan Drupadi itu kemudian menyeret istri Puntadewa ke arena pertandingan. Mempermalukan wanita cantik putri Prabu Drupada itu di depan umum dengan cara melepas pakaiannya hingga setengah telanjang. Sontak ini memicu kemarahan Pandawa, terutama Bima. Tapi para putra Pandawa itu tak bisa berbuat banyak, karena jiwa raga merekapun sudah tergadai.

Untungnya, sebelum penghinaan itu berlanjut dan menjadi jadi, Prabu Drestarata yang merupakan bapak dari para Kurawa datang ke arena judi. Murka sang Drestarata menyaksikan tingkah polah dan kelicikan anak anaknya terhadap para Pandawa. Sang Prabu kemudian meminta Duryudana untuk mengembalikan semua yang pernah ia menangkan kepada para Pandawa.

Ide ini tentu saja membuat kecewa Sengkuni yang sudah susah payah mengakali Pandawa.

"Permintaan gusti prabu Drestarata sungguh menyakitkan kami semua. Pertandingan ini sudah di setujui anak anak Pandu. Di saksikan segenap rakyat Hastinapura. Kalau kemudian kita mengembalikan semuanya, bukankah ini hanya akan menjadi bahan tertawaan ?" Sengkuni beralasan.

"Pun juga, andaikan Pandawa yang menang, apakah ada jaminan mereka akan melakukan seperti apa yang gusti Prabu lakukan ?. Belum tentu, bukan ?".

Prabu Drestarata menarik nafas panjang. Berpikir keras untuk memecahkan masalah ini. Di satu sisi, apa yang di katakan Sengkuni masuk akal. Apa jadinya jika Pandawa yang menang. Bukan saja nasib anak anak Kurawa akan terlunta lunta, akan tetapi nasib rakyat Hastina juga di ujung tanduk. Akan tetapi di sisi lain, Pandawa adalah keponakannya sendiri. Yang sangat tidak manusiawi jika memperlakukan mereka layaknya budak.

"Baiklah" kata Prabu Drestarata, "demi keadilan dan demi rasa sayangku pada trah Pandu Dewanata, aku memutuskan agar semua yang pernah di menangkan Kurawa untuk di kembalikan pada yang punya. Dan sebagai gantinya, anak anakku Pandawa harus menjalani hukuman dengan cara di buang selama sepuluh tahun. Tidak boleh menginjakkan kaki di Amarta dan Hastina. Dan lagi, dalam masa pembuangan, kalian harus melakukan penyamaran agar tidak di ketahui orang banyak. Ini demi menjaga wibawa keturunan barata".

Demikian sabda dari Prabu Drestarata. Walaupun kecewa, akan tetapi Duryudana dan segenap petinggi Hastina terpaksa harus menerimanya.

"Keputusan itu tentu mengecewakan, akan tetapi satu hal yang patut kita syukuri nanda prabu" kata Sengkuni pada Duryudana.


"Setidaknya selama sepuluh tahun, Pandawa di pastikan tidak akan bisa mengkudeta ananda prabu".



Jakarta, Maret 2013
(Selamat menjalankan ibadah KUDETA bagi yang menginginkan SBY tumbang)

Penulis : Dhan Gubrack

BIARKAN CINTA YANG BICARA

“Bangun Rik…bangun….”.

Teriak Emy sembari terus menggoyang goyangkan tubuh lemah tak berdaya di hadapannya.

“Kamu nggak apa apa khan, Rik ?” panggilnya .

Tak ada reaksi.

“Ayo Rik, bangun. Jangan becanda gitu napa ?”.

Entah berapa kali Emy berusaha untuk membuat pria sebayanya itu tersadar. Tapi hingga beberapa saat lamanya, tubuh yang di penuhi luka lebam itu tetap terkapar tak berdaya.

“Kita bawa ke rumah sakit aja, Em”.

Emy menoleh ke samping. Sesosok perempuan berambut ikal dengan bambu berukuran sepanjang satu meter tergenggam di tangan terlihat serius memeriksa tubuh Arik.

Emy menggelengkan kepala. Dia masih yakin kalau kondisi Arik baik baik saja dan belum perlu pertolongan medis. Memang, lukanya terhitung cukup parah. Sekujur wajah terlihat membiru, hidung mengeluarkan darah segar, sementara di beberapa bagian kepalanya terdapat benjolan benjolan akibat terbentur benda tumpul.

“Tubuhnya sangat kuat, Winda. Nggak mungkinlah dia semudah itu” kelit Emy.

Tiga bulan lalu, tepatnya ketika pertama kali Arik bergabung dalam kelompok White Lotus, Emylah orang pertama yang mendapat tugas menguji nyalinya. Tidak seperti anggota baru lain yang kalau di pukul sedikit saja sudah mengeluh, Arik justru terlihat bandel. Tak sekalipun pemuda berkulit sawo matang itu mengeluh kesakitan. Bahkan seolah mengolok olok Emy, Arik malah senyum senyum saja manakala pukulan dan tendangan bertubi tubi menghajar tubuhnya. Gara gara merasa di ejek itulah, Emy sampai mengambil sebilah bambu dan menghantamkannya ke punggung Arik. Tapi dasar bandel, Arik hanya menyeringai kecil lalu kembali mengejek Emy.

“Ada yang lebih keras lagi, nggak ?” bisik Arik ke telinga Emy.

Karuan hati Emy di buat dongkol bukan main. Dan jika tidak keburu di cegah oleh seniornya di kelompok White Lotus, sudah pasti Emy akan menggunakan segala cara untuk membuat anggota baru itu bertekuk lutut dan minta ampun.

“Tunggu di sesi lain, boy!” ancam Emy dengan tatapan nanar.

“Boleh…” sahut Arik enteng.

“Lihat aja nanti” Emy.

Entah apa yang ada di otak anggota baru bernama Arik itu. Kemampuannya menyerap ilmu beladiri khas White Lotus sebenarnya tidak hebat hebat amat. Bahkan selalu tertinggal dengan anggota seangkatannya. Tapi itu semua tak membuatnya merasa seperti orang yang kalah. Dia tetap percaya diri, bandel dan tentu saja tak pernah henti dengan kebiasaanya. Meledek Emy.

“Heran tuh anak” celoteh Emy pada kawannya, Winda, selepas latihan.

“Aku bilang tehnik push upnya salah, eh malah ngeyel. Biarin aja, yang penting khan hasilnya. Gitu dia bilang”.

“Kenapa nggak di uji aja kepalan tangannya?” Winda.

“Udah, Win”.

“Trus ?”.

“Yaaaa… aku kasih unjuk pukulan yang sebenarnya”.

“Kamu tonjok dia ?” Winda menaikkan alisnya.

“Ya”.

“Kesakitan ?”.

Emy menggeleng.

“Boro boro, badan udah kayak badak gitu” kata Emy manyun.

“Trus dia juga kamu suruh ngetes pukulannya ke kamu ?”.

“Mmmmm….” Emy mengguman, “ng… nggak juga sih”.

“Idihhh…curang kamu” goda Winda sembari mendorong pundak Emy.

“Bukan gitu Win” bantah Emy, “aku nggak suka aja di sentuh sama dia”.

“Kamu tahu, nggak ?. Dia itu kalau latihan kayak main main gitu. Mana matanya tuh ya, jelalatan ngeliatin aku terus. Kurang ajar nggak tuh ?”.

“Dia naksir kamu kali, Em”.

“Naksir ?” Emy sewot, “najis tahu, Win”.

“Ha ha ha ha….” tawa Winda sontak meledak menyaksikan kelucuan tingkah kawannya itu. Sementara Emy hanya bisa memonyongkan bibirnya.

Naksir ?. Benarkah ?.

“Ah nggak mungkin” sergah Emy dalam hati.

Ya. Kalau memang Arik suka pada dirinya, tidak mungkin sikapnya seperti itu. Apa yang di lakukan Arik hanyalah ejekan semata. Dia mungkin ingin menunjukkan bahwa walaupun ia orang baru, toh secara umur ia tidak lebih muda dari Emy. Dengan situasi begitu, dia merasa tak layak memberi hormat yang berlebihan pada Emy. Walaupun secara hierarki, Emy posisinya lebih senior di White Lotus.

(Pict : Maya Sisti)

Tit…tittt…tit…

“Siapa sih ?” Emy meletakkan mouse komputernya, memasukkan tangan ke saku bajunya.

Aku punya sesuatu buatmu, guru. Lihat aja postingan FBku…

“Arik ?” semprot Emy begitu tahu sms yang masuk ke hapenya berasal dari Arik.

Udah, nggak usah ngacau deh!!!

Balas Emy seketika.

“Berani benar tuh anak sms aku. Mana mau nunjukkin sesuatu lagi. Paling juga mau meledek lagi” seloroh Emy tak terlalu peduli.

Bener nih, nggak mau lihat ?. Ntar nyesel loh..

Sekali lagi handphone Emy berbunyi. Tapi kali ini ia hanya membaca isi sms itu dan tak berniat membalasnya. Mata Emy kembali terfokus pada layar monitor. Mengomentari beberapa status teman teman fbnya, mengirim jempol untuk beberapa status yang di anggapnya tidak terlalu menarik dan selebihnya ia lebih suka berbincang via chatting.

Banyak hal yang lebih penting daripada mikirin cowok brengsek itu. Begitu pikiran Emy.

Tak lama kemudian di menu pemberitahuan muncul tulisan ‘Arik added foto anda’. Di ujung bagian kanan dari tulisan itu terpampang foto yang walaupun samar samar, Emy segera mengenali siapa yang ada di foto itu.

“Darimana ia dapetin fotoku ini ?” selidik Emy.

Walaupun sudah jelas itu foto dirinya, akan tetapi Emy tak pernah merasa berfoto dengan gaya seperti itu. Berjalan dengan muka di tekuk sembari menenteng sebilah bambu.

“Ini foto waktu aku mau menghajar dia. Kurang ajar, bisa bisanya dia mencuri curi kesempatan. Awas kamu ya…!” damprat Emy emosi. Dan yang membuat ia makin marah lagi, tulisan di bawah foto itu.



Melihat tawamu
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas dimataku
Warna - warna indahmu

Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki

Sifatmu nan s'lalu
Redakan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu

Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki

Belai lembut jarimu
Sejuk tatap wajahmu
Hangat peluk janjimu
Anugrah terindah yang pernah ku miliki


Lirik yang di ambil dari lagu milik Sheila on Seven itu oleh pengunggahnya seolah di jadikan alat untuk menjelaskan sosok yang ada di foto itu, yaitu Emy. Indah sih, puisinya. Tapi karena pengirimnya adalah cowok yang selama ini begitu Emy benci, pujian dalam lirik lagu itu sama sekali tak menyentuh hatinya.

“Woee….!. Hapus nggak foto itu ?!!!” Emy mengirim komentar.

Lama sekali Emy menunggu balasan atau tindakan Arik, tapi sepertinya tidak ada tanggapan sedikitpun dari pengunggahnya. Tak sabar di olok olok Arik di jejaring sosial, Emy mengambil handphone, mengirim sms untuk meminta Arik menghapus postingan itu. Tapi lagi lagi tak ada jawaban. Bahkan hingga berkali kali Emy menelpon Arik, tak juga orang baru di White Lotus itu mau mengangkatnya.

“Anjriiiittttt!!!!”.

********************************

“Maksud kamu apa sih mengunggah fotoku ?” semprot Emy sepulang latihan di markas.

“Mengungkapkan isi hati…” jawab Arik seolah sama sekali tak merasa bersalah.

“Itu menghinaku tahu!!!” bentak Emy.

“Perasaanmu aja, tapi aku nggak berniat begitu” ngeles.

“Aku minta kamu hapus. Titik!!!”.

“Terserah aku dong…”.

“Heeuuuuuhhh!” Emy menghentakkan kakinya ke tanah. Matanya melotot tajam seperti hendak memangsa lawan bicaranya.

Bukannya menyerah pada tekanan psikis yang di lakukan Emy, cowok berambut cepak dan bertubuh kurus itu malah tersenyum meledek.

“Sepertinya kamu mesti belajar mengendalikan emosimu deh, Em…” katanya menasehati.

Dongkol hati Emy. Ini bukan sekalinya Arik membuatnya benar benar naik pitam. Tiga hari lalu ketika White Lotus mengadakan uji nyali dengan berenang melewati sungai besar di pinggiran desa, Arik lagi lagi bikin ulah. Ketika itu Emy mendapat giliran menyeberangi sungai. Dari pengalaman yang sudah sudah, tantangan itu dengan mudahnya ia lewati. Tapi entah mengapa hari itu Emy benar benar sial. Di tengah perjalanan tiba tiba kakinya kram. Gara gara itu ia sempat terseret arus sepanjang belasan meter dan nyaris tenggelam sebelum akhirnya seseorang melompat ke sungai dan menolong nyawanya. Dan siapa lagi dewa penolong itu kalau bukan Arik. Tak ayal, lagi lagi tindakan Arik itu memicu kemarahan Emy.

“Ngapain kamu ?” bentak Emy seraya mendorong tubuh Arik hingga terjengkang.

“Aku Cuma mau menolong” Arik bangkit sambil mengelus elus kepalanya yang terbentur bebatuan.

“Tapi nggak harus pegang pegang gitu kali….!”.

“Jiaaah, kalau nggak megang, gimana mau nyelametin kamu ?. Ada ada aja…!” ucapnya sembari berlalu dengan masih memegang kepalanya.

Emy menarik nafas panjang. Menyandarkan tubuhnya ke dinding kusam di kamarnya. Matanya melirik sejenak pada layar computer yang ia biarkan tetap menyala. Ada hal lain yang membuatnya berpikir keras. Bukan karena ia gagal memaksa Arik menghapus postingan bergambar dirinya, tapi diam diam ia mulai merasa ada yang aneh menyelinap di relung hatinya. Tentang Arik. Ya, anggota baru White Lotus itu.

Sekilas memang terasa menyebalkan. Tapi kalau di pikir masak masak, ada hal menarik dari diri Arik. Dia tidak pernah dendam walaupun setiap kali latihan, selalu saja menjadi sasaran empuk Emy dan beberapa senior lain. Cowok itu juga tak pernah sekalipun merasa tersinggung kendati sudah tak terhitung lagi berapa kali Emy mencaci makinya. Arik tetap cool. Hari ini di omeli, besok dia bersikap biasa lagi.

“Jangan jangan apa yang di katakan Winda benar adanya. Kamu menyukaiku, Rik ?” tanya Emy tak percaya.

Kalau cinta, kenapa Arik tak berani mengungkapkannya langsung ?. Toh kesempatan itu selalu terbuka lebar. Setiap seminggu dua kali White Lotus mengadakan latihan. Belum lagi kalau hari libur yang biasanya di isi acara kongkow kongkow aja.

“Apa dia segan karena yang di taksirnya salah satu senior ?”.

“Ah, mana mungkin cowok secuek dia takut mengungkapkan perasaan hatinya ?. Trus lirik lagu Sheila on Seven itu untuk siapa kalau bukan untukku ?”

Pertanyaan demi pertanyaan menggelayut di otak Emy, mengikis sedikit demi sedikit prasangka yang pernah ia bangun tentang lelaki kurus berkulit sawo matang itu. Dan seperti percikan air yang jatuh menimpa bongkahan karang, perlahan lumer pula kekerasan hati Emy.



Rik…
Beritahu aku
Bagaimana caranya menyingkap awan kelabu di ujung sana
Agar aku bisa melihat rona indah bulan

Bagaimana caranya menyapu kabut putih di pagi hari
Agar aku bisa menikmati guratan senyum sang mentari

Rik…
Bantu aku untuk menjawab,
Bagaimana caranya menyelam di dasar samudra
Agar aku bisa temukan mutiara berkilau yang terpendam

Bantu aku…
Beritahu aku…
Tuk menelusup di jantung hatimu


Uhhuuukkzz….uhhuuukkzz….!!

“Arik….!!!”.

Sontak Emy dan Winda melonjak kegirangan begitu mendapati tubuh yang tadi tergolek lemah tak berdaya dengan luka lebam di sekujur badan kini menggeliat.

“Kamu nggak papa khan, Rik ?” Emy bergegas mengulurkan tangan, memapah punggung Arik agar bisa duduk tegak.

“Berandalan  itu kemana ?. Heh….?. Beraninya cuma keroyokan…!. Mana….mana ???” teriak Arik sembari berusaha untuk berdiri.

“Kamu tenang dulu, Rik…tenang” kata Emy menenangkan. Di cabutnya selembar sapu tangan dari balik saku. Dengan hati hati Emy mengusap wajah Arik.

“Mereka nggak akan berani kemari lagi. Teman teman sudah mengusir mereka hingga keluar desa”.

“Kalian nggak apa apa khan ?” tanya Arik lirih.

“Nggak apa apa. Tapi besok besok jangan sok jagoan lagi ya ?” Emy membetulkan kancing baju Arik yang compang camping.

“Kalau memang jumlah kita sedikit, ya mending kabur aja. Kasihan khan kalau kamu di gebukin geng pengecut itu…”.

“Tenang aja, khan udah biasa di gebukin…” kata Arik dengan senyum khas yang merekah.

“Iiiiihhhhh….” cubit Emy cemberut.

“Pokoknya aku nggak mau liat kamu babak belur lagi” lanjutnya dengan nada sedikit manja.

“Termasuk….?”.

“Nggak!”.

“Nggak seru dong latihannya ?”.

“Biarin!” manyun.

“Gimana kalau aku tetep bandel ?” tantang Arik setengah meledek.

“Pokoknya enggak !!!!” teriak Emy sekencang kencangnya.

Jakarta, Maret 2013
Penulis : Dhan Gubrack

Sabtu, 23 Maret 2013

KUMPULAN PUISI GUBRAKER



YANG TELAH USAI
oleh Dinda Srikandhi

Kita selalu dipisahkan jarak dan waktu
Yang panjang dan lama
Mungkin hati kita tak pernah bisa satu
Meski hati ini pernah bersama
Namun semua terasa sia-sia dimata

Bila kita diciptakan tidak saling bersama
Lepaskan Kasih dengan senyum Sayang
Kasih ingin menjaga rasa yang halal dan indah

Biarkan Kasih mencoba bernafasdiudara
Yang melayang tanpa batas
Kasih tak sanggup menjalin rasa yang meragu
Tanpa Sayang disisi

Maafkan Kasih...
Kasih bukan mawar tanpa duri
Kasih hanya bunga mekar ditaman yang redup
Yang butuh perlindungan dari duri

Meski kata manis itu tak bisa terhapus
Biarlah menjadi sejarah indah dalam hidup kita

Setelah ini...
Kasih membebaskan Sayang meneguk madu tanpa Kasih
Kasih tau Sayang lara hati
Tapi kita adalah insan biasa
yang hanya bisa berimajinasi
Dan mencoba menjalin kisah suci

Jangan marah dengan taqdir,Sayang..
Dan jangan ada setetes air mata diantara kita
Relakan saja Kasih pergi
berlari mengejar mimpi yang pasti

Jangan kejar Kasih...
Biarkan hidup ini Kasih tempuh dengan arah Kasih sendiri..

KATA MEREKA
oleh Maya Sisti

Saat didekatmu,
Berbagai macam teori dan argumen itu berputar-putar memenuhi kepalaku..

Sungguh,
Apa yang tertangkap oleh telinga,
telah merasuk sempurna dalam dada..
Dan ketika yang kau temukan hanya diam,
Sebenarnya,
Di sana ada hati yang sedang berusaha
untuk tak satupun membenarkan teori itu..
Ada logika yang sedang berusaha menolak semua argumen itu...



DOSA YANG TAK TERMAAFKAN

Maafkan aku..
Hanya air mata ini yg bisa berkata..
Betapa tak ada maksudku untuk dusta padamu..

Maafkan aku..
Karena waktu telah mempermainkanku..
Karena keadaan yang telah menjajahku..

Tangisanmu...
Bukti amarahmu yang tak ada ampun bagiku..
Tamparan ini..
Akan slalu menghantuiku..
Sendiri...
Pantas aku terima...
Maafkan aku..
Tangismu tak dapat kuhapus..
Seperti tangisku malam ini..
Sakitku malam ini...

Maafkan aku sahabatku...
Tangismu...tangisku juga...

SEGENAP

Tuhan,...
Engkau yang menciptakan cinta,
Menghamparkan bahagia,
Menghimpun harapan,
Mengutus duka dan mengirimkan hampa..
Namun, padaMu jua semua diadukan..
Merebahkan resah dan tangis..
Ini kasihMu, cintaMu..

Tuhan memang memberi cinta untuk bahagia,
Tapi tidak semua kebahagiaan berasal dari cinta..
Terkadang kebahagiaan bisa hadir karena air mata, karena air mata tak selamanya derita..

Memang benar, segala yang terbaik bagiku tak seperti yang kumau,,
Dan semua yang kumau belum tentu terbaik untukku..
Engkau tau segenap ruang rasaku,,,
Dan saat itu pula Kau titipkan kekuatan.,.

Minggu, 17 Maret 2013

Layanan Gratis Sms Bangun Subuh GUBRAK!!!

Ini adalah program gratis dari GUBRAK dimana anda akan mendapatkan servis berupa Sms Sangun Subuh setiap hari sepanjang tahun tanpa perlu mengeluarkan biaya sedikitpun. Program ini mulai mengudara pada tanggal 13 Maret 2010 hingga sekarang dan menyasar 700 lebih pengguna ponsel seantero Indonesia.
Layanan ini di gawangi oleh relawan relawan terbaik Gubrak.
Dengan bergabung di program SBS, anda berkesempatan untuk menambah pengetahuan tentang ke Indonesiaan melalui sms sms yang kami kirim ke HP anda.
Selain itu, anda juga berkesempatan untuk membangun korespondensi sesama Gubraker (sebutan anggota GUBRAK) melalui program tukar nomer HP, tukar email facebook dan lain lain.
Sms subuh makin seru dengan sisipan sisipan sms LUCU terkini yang sudah pasti membuat anda ngakak...
Ketik : SBS/Nama Akun FB (email)/Tanggal Lahir/Domisili/Nomer HP
Contoh : SBS/Komandan Gubrak(gubrakkomandan@rocketmail.com)/20-09-79/Jakarta/08123456789

Untuk mendaftakan teman agar dapat layanan Sms Bangun Subuh
Ketik : Akunmu/SBS/Email (akun FB teman)/Tanggal Lahir Teman/Domisili Teman/Nomer HP Teman
Contoh :Komandan Gubrak/SBS/Paijo88@yahoo.com (Paijo Stres)/19-07-87/Aceh/08181818XXX

Kirim ke :
085776412809 
(Hafidz)
085645049578 
(Lestari)
* untuk pengguna Indosat
081946850869 
(Harun)
081913443080 
(Imam)
* untuk pengguna XL
085203071071
(Yuyun)
* untuk pengguna Telkomsel

083899037416
(Komandan Gubrak)
* untuk pengguna Axis, Esia, Fren dll

*Hanya yang sudah terdaftar sebagai Gubraker yang boleh mendaftarkan temannya
*Khusus bulan Ramadhan, sms di kirim sesuai jadwal sahur anda
Selamat bergabung....

Jumat, 15 Maret 2013

MAAF, AKU MENCINTAIMU MBAK....

Zastra mengambil sebuah celengan terbuat dari tanah berbentuk ayam jago yang di atas lemari kamarnya. Memecahkan benda itu lalu mengais satu persatu lembaran uang kertas dan koin yang berceceran di lantai.

“ Semoga saja cukup….” pikirnya seraya menghitung uang yang sudah ia kumpulkan selama bertahun tahun itu.



                                                           Model : Waelmy

Beberapa hari yang lalu, seorang pelanggan taksinya mengatakan telah kehilangan uang dalam jumlah lumayan di dalam kendaraan yang Zastra sopiri. Uang itu konon di taruh di sebuah kantong kertas berlogo nama sebuah bank dan jumlahnya sekitar lima juta yang kesemuanya berbentuk pecahan ratusan ribu.

“Aku nggak bohong, Tra” begitu kata Nitha, perempuan cantik berkerudung yang sehari hari bekerja di salah satu perusahaan BUMN dan sudah tiga bulan ini menggunakan jasa kendaraan Zastra.

“Setelah keluar dari minimarket dan masuk ke mobil, seingatku bungkusan itu masih aku bawa. Kamu khan tahu sendiri, nggak satupun pelayan di minimarket yang mengaku melihat bungkusan itu ?”.

Zastra memutar otaknya. Mengingat beberapa kejadian setelah ia menurunkan Nitha di depan rumahnya. Setelah mengantarkan Nitha, seingat Zastra ia hanya mendapat satu penumpang saja yang itu juga salah satu pelanggan lamanya.

“Nggak mungkin pak Adie mengambil sesuatu yang bukan haknya. Apalagi jumlah uangnya hanya lima juta. Angka yang terlalu kecil bagi pak Adie yang seorang kontraktor besar. Kalaupun dia menemukan sesuatu di jok belakang, pasti pak Adie akan bilang padaku” pikir Zastra menepis tuduhan pada pelanggan setia yang konglomerat itu.

Pun juga seperti kebiasaan Zastra setelah menurunkan penumpang, ia pasti menyisakan waktu sejenak untuk mengecek isi kabin  guna memastikan tidak ada barang yang ketinggalan. Itu sudah standar operasional yang biasa di lakukan Zastra, selain juga pengecekan secara detail di pool taksi. Jadi, rasanya sangat tidak mungkin kalau barang itu ketinggalan di mobil.

“Atau jangan jangan mbak Nitha sendiri yang mengarang cerita ?” terbersit pertanyaan itu di benak Zastra. Tapi buru buru pemuda berumur 20an tahun itu menghalau prasangkanya.

Bagi Zastra, Nitha tidak sekedar pelanggan biasa yang hanya memanfaatkan jasanya semata. Tapi lebih dari itu, dia adalah harapan. Ya. Semenjak Zastra mengenal Nitha, ada sesuatu yang sulit di jelaskan dalam diri Zastra. Ada rasa gembira, manakala jam untuk menjemput langganannya itu hampir tiba. Ada rasa kecewa, ketika ia harus menurunkan Nitha di depan rumah dan pergi berpisah dengan pelanggan spesialnya itu. Sehari tak bertemu Nitha, seolah dunia terasa hambar. Bahkan ketika hari libur tiba dan kewajibannya untuk mengantar jemput Nitha dari dan ke kantor tidak ada, pria yang sudah di tinggal mati kedua orang tuanya dan menjadi tulang punggung bagi adik adiknya ini diam diam seringkali mengarahkan taksinya hanya sekedar ingin lewat di depan rumah Nitha. Syukur syukur Nitha sedang ada di teras rumah dan Zastra menyapanya dari kejauhan. Kalaupun tidak, melihat tempat tinggalnya saja sudah cukup untuk mengobati rasa kehilangan yang terus menghantui pikiran Zastra.

Zastra tahu mbak, kalau di antara kita terpisah jurang perbedaan yang luas lagi dalam. Aku hanya seorang sopir taksi dengan penghasilan tak seberapa. Hidup di rumah petakan lagi kumuh di tengah menjulangnya gedung gedung tinggi di kota Jakarta. Sementara, mbak Nitha seorang pegawai perusahaan bonafid dengan penghasilan yang jauh di atasku. Tinggal di perumahan mewah yang bahkan pekarangannyapun lebih mahal dari seisi rumahku.

Aku tak ubahnya pungguk yang mengukir mimpi indah untuk menggapai bulan di angkasa. Mungkin aku bisa menyiapkan tangga demi tangga untuk menggapai langit, tapi manakala angin menerjang, tubuhku akan segera limbung terhempas derasnya badai kemudian jatuh ke bumi dan hancur berkeping keping.

Aku sangat mengerti dengan konsekuensi yang sudah pasti aku tanggung. Dan resiko yang sudah pasti aku terima tentu saja hanya satu pilihan. Gagal. Tapi, mbak…

Almarhum ibuku selalu mengajarkan. Hidup boleh susah, tapi tak boleh menyerah. Tuhan tidak menilai sesuatu dari hasil, tapi dari proses perjuangan gigih yang kita lakukan.

Itulah senjata terakhir yang menjadi pupuk bagi keberanianku untuk mengatakan apa gerangan yang sebenarnya terjadi. Sesuatu yang sudah sekian lama aku pendam dan aku pagari dengan tembok tebal. Namun kini, dinding bendungan itu luluh lantak di sapu panasnya gelora yang kian hari kian membesar.

Aku, mencintai mbak…

Demikianlah beberapa bait kalimat yang Zastra tuliskan di secarik kertas untuk di selipkan diam diam ke dalam barang bawaan pelanggan istimewanya sore itu. Zastra sendiri sadar, bahwa tindakan itu sama sekali tidak mencerminkan sisi paling berani dari seorang pria yang hendak membidik perempuan pujaan hatinya. Ada sekian banyak waktu yang tersaji di depan mata untuk mengatakan perasaannya pada Nitha secara langsung. Tapi sepertinya Zastra tak punya cukup nyali untuk melakukan itu.

“Aku bingung mesti berbuat apa. Ini pertama kalinya aku jatuh cinta….”.
=============================

“Aku sudah baca suratmu, Tra” kata Nitha sesaat setelah taksi yang di tumpanginya melaju.

“Maafin saya, mbak…” ucap Zastra dengan perasaan yang berdebar debar.

“Tulisan tangan kamu bagus”.

“Makasih mbak…”.

“Kamu lulusan apa, Tra ?”.

Zastra melempar pandangannya ke kaca spion yang ada di langit langit mobilnya. Dari situ ia bisa melihat seperti apa gerangan tanggapan Nitha atas tindakannya kemarin.

“Baru lulus SMA dua tahun lalu mbak” jawab Zastra.

“Ooooo…”.

Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Nitha. Selanjutnya ia terlihat diam termangu tanpa sepatah katapun keluar dari bibirnya. Zastra berkali kali mengarahkan tatapannya pada kaca spion di depannya. Berharap ada jawaban yang keluar dari bibir Nitha. Tapi hingga setengah jam berlalu, tak sepatahpun kata keluar. Wanita anggun berkulit putih bersih, bermata tajam dan memiliki sunggingan senyum menggoda itu kini terlihat berbeda dari biasanya.

Biasanya, ada saja yang di obrolin perempuan pemilik tubuh langsing itu. Mulai soal kerjaan, kejengkelannya sama kemacetan yang tidak kunjung selesai, kegemarannya pada musik musik etnik, hobynya nonton sinetron, soal makanan dan apa saja.

“Sudah nyampai mbak…” Zastra menghentikan laju mobilnya, melempar pandangan pada sosok wanita yang sangat ia kagumi itu.

“Maafin Zas….”.

“Ssssttt….” Potong Nitha seraya mengulurkan beberapa lembar uang kertas.

“Mbak Nitha marah ?” tanya Zastra masih penasaran.

“Nggak…” menggelengkan kepala.

“Trus kenapa diam ?” Zastra merasa mendapat angin untuk mengorek lebih lanjut apa sebenarnya yang ada dalam benak wanita itu.

Nitha diam sejenak. Mengatur nafas lalu melempar tatapan pada Zastra.

“Aku ucapin terima kasih atas kejujuranmu” berhenti sebentar, “itu sanjungan luar biasa untuk mbak. Tapi…”.

“Kenapa mbak?” tembak Zastra.

“Kamu masih muda, Tra. Masih banyak wanita lain yang seumuran denganmu yang bisa kamu dekati” nada suaranya terdengar lemah.

“Kamu tahu berapa umurku, Tra ?. Sudah tua, Tra. Kepala tiga….”.

“Tapi….”.

“Sebaiknya kamu pikirkan baik baik itu. Sebelum kamu menyesal nanti…”.

Setelah itu Nitha membuka pintu mobil dan berlalu begitu saja meninggalkan Zastra yang tercengang mendengar apa yang baru saja di ucapkan pujaan hatinya. Ada pikiran tidak percaya dalam diri Zastra. Bahwa perempuan yang tiap hari ia antar jemput itu umurnya sudah mencapai angka tiga. Dari penampilannya, bentuk fisiknya, gaya bicaranya dan semua yang ada dalam diri Nitha sama sekali tak menggambarkan ia sudah berumur sangat matang.

“Ah, bodo amat. Siapapun kamu, aku tak peduli. Sekali layar terkembang, pantang surut kembali…” sumpah Zastra menggumpalkan tekadnya.

Apa yang di katakan Nitha bukanlah sebuah penolakan. Nitha hanya memberitahunya untuk berpikir masak masak akan konsekuensi mencintai wanita yang lebih tua. Atau bisa jadi Nitha hanya ingin memastikan sejauh mana kebulatan hati Zastra. Jika demikian adanya, tak ada alasan bagi Zastra untuk mundur.

========================================

“Akhir akhir ini kamu kelihatannya gembira sekali, Zas ?” tanya pak Adie, langganan Zastra yang seorang direktur sebuah perusahaan itu.

“Ahh…bapak ini ada ada aja. Khan biasanya selalu begini” sahut Zastra memacu kendaraannya.

“Kelihatan dari penampilanmu. Biasanya nggak klimis, kok sekarang ?. Ha ha ha…” gelak tawa pria berumur lima puluhan tahun itu entah mengapa tiba tiba saja meledak.

“Bukan gitu pak. Khan untuk menyenangkan pelanggan, mesti tampil sempurna. Begitu khan yang bapak ajarin…” Zastra memberi alasan.

“Eh, ini kartu nama siapa Zas ?” tiba tiba pak Adie menyodorkan sebuah kartu berisi foto wanita cantik dan bertuliskan sebuah nama  yang sangat di kenalnya. Rini Yunitha. Nitha….

“Aku menemukannya terselip di jok mobil” lanjut lelaki tua itu.

“Ooohh…” sedikit gugup, “itu pelanggan saya juga pak”.

“Cantik ya, Zas…?. Masih muda lagi”.

“Iya, pak”.

“Kamu kalau mau cari istri, kayak dia itu Zas” saran pak Adie dengan suara parau.

“Maunya sih pak. Tapi ya nggak tahu juga. Apa dia mau sama saya…?” Zastra terus terang.

“Lohhhh….kamu beneran suka sama yang di foto itu?” sembur pak Adie  terkaget kaget.

“Mmmm…eee….iya sih, pak” tersipu.

“Serius ?”.

“Yakin, pak” jawab Zastra mantab.

Perbedaan usia bukan segala galanya. Toh kalau jalan berdua, tidak aka nada yang mengira kalau antara dirinya dan Nitha terpaut umur yang cukup jauh. Apa yang baru saja di ucapkan pak Adie soal foto wanita di kartu nama itu makin menebalkan keyakinan Zastra untuk terus berjuang mendapatkan wanita yang selama ini ia kagumi. Apapun rintangannya.

Sore itu selepas mengantarkan pak Adie, sebuah telpon datang dari Nitha.

“Bisa jemput aku nggak, Tra ?. Ini aku lagi di terminal Lebak Bulus” kata Nitha dari ujung sana.

“Ngapain di sana, mbak ?” tanya Zastra.

“Ada keperluan dikit. Bisa nggak ?. Kalau nggak, ntar aku cari taksi lain aja”.

“Iiiyaa…ya…tunggu sebentar”.

Tanpa banyak bertanya lagi Zastra segera mengarahkan taksinya menuju Lebak Bulus. Kebetulan posisi Zastra lagi ada di kawasan Pasar Rebo. Jadi hanya butuh waktu seperempat jam dengan melewati jalan tol untuk sampai ia sampai di tempat tujuan. Sesampainya di area penjemputan, dari kejauhan sesosok perempuan yang di apit oleh dua lelaki remaja berumur belasan tahun melambaikan tangan ke arah Zastra.

“Mbak….” sahut Zastra segera menyongsong.

“Cepet banget, Tra ?”.

“Iya, mbak. Tadi kebetulan ada di Pasar Rebo” jawab Zastra kemudian mengalihkan pandangannya pada dua remaja yang ada di samping Nitha.

“Ini siapa, mbak ?” Zastra penasaran.

“Mmmm....oh iya, kenalin dulu” kedua tangan Nitha merangkul pundak dua bocah yang umurnya sekitar belasan tahun itu.

“Yang ini namanya, Yudhi” sebelah kanan, “trus yang ini Khalid” menepuk pundak anak yang ada di sebelah kiri.

“Yudhi, Khalid, kenalin tuh om Zastra” Nitha menunjuk pada Zastra. Keduanyapun segera melangkah menyalami Zastra.

“Mereka kembar ?” tanya Zastra.

“Iya….” Nitha menyunggingkan senyum, “mereka ini dua jagoanku”.

“Jagoan ?” Zastra terkejut.

“Maksudnya….?”.

“He’em” angguk Nitha.

“Anak, mbak ?” masih belum percaya.

“Iya. Salah emangnya ?”.

“Ng…..nggak juga sih” Zastra berusaha menutupi rasa keterkejutan yang memenuhi pikirannya.

Nitha sudah punya anak ?. Pertanyaan itu terus menerus mengganggu pikiran Zastra di sepanjang perjalanan menuju kediaman Nitha. Antara percaya dan tidak. Ingin sekali Zastra meminta penjelasan pada Nitha waktu itu juga. Tapi melihat wanita pujaannya sedang asyik bercengkerama dengan kedua remaja itu, Zastra memilih untuk menahan diri.

Sesampainya di halaman rumah Nitha, Zastra menghentikan kendaraannya. Kedua remaja yang duduk di sebelah kanan dan kiri Nitha segera menghambur keluar. Sementara Nitha sibuk terlihat merogoh uang dari dompetnya.

“Kenapa mbak nggak pernah cerita kalau mbak sudah punya anak ?” tanya Zastra tanpa menolehkan wajahnya.

“Penting ?” sahut Nitha.

Zastra terhenyak, memutar badannya lalu menatap nanar penuh selidik pada wanita yang begitu ia cintai itu.

“Kamu kecewa, Tra ?” tanya Nitha lirih.

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Zastra, hanya tatapan matanya saja yang mensyiratkan rasa kegalauan luar biasa.

“Dari awal aku sudah bilang, kalau aku bukan wanita yang pantas buatmu. Di luar sana, banyak wanita sebaya denganmu yang lebih layak kamu pilih daripada aku” diam sejenak menunggu reaksi Zastra.

“Sekarang kamu sudah tahu semuanya, Tra. Aku harap kamu bisa berpikir jernih”.

Zastra menarik nafas panjang, menyandarkan kepalanya di atas kursi jok tempat duduknya lalu menangkupkan kedua telapak tangannya ke muka. Sebuah kenyataan yang mau tidak mau harus ia terima. Tidak saja secara umur Nitha jauh di atas  Zastra, tapi juga kenyataan bahwa ia ternyata sudah memiliki dua orang anak berumur belasan tahun yang layaknya menjadi adik Zastra.

Malang benar nasibmu, Zastra
Menggadaikan masa depanmu
Menukar masa mudamu
Menjual harapanmu
Hanya untuk menjadi seorang bapak
Dari dua orang remaja yang seharusnya menjadi adikmu

Tragis sekali takdirmu, Zastra
Cinta yang kau tanam di ladang
Yang kau harapkan tumbuh batang pohon nan kokoh
Dedaunan yang hijau
Dan ranum buah segar menguning
Ternyata hanya menyisakan ranting kering nan lapuk
Dedaunan yang berguguran di hempas angin
Dan bunga bungaan yang tak pernah berubah menjadi buah

Suara suara itu terus menerus terngiang di telinga Zastra. Menggerogoti keyakinannya, mengiris kepercayaannya, menggedor batinnya, dan menghantam semua bangunan yang pernah ia upayakan sekian lama. Cinta yang tak mudah.
===============================

“Aku sudah temukan uangnya” Zastra menyodorkan bungkusan warna coklat berlogo nama sebuah bank.

“Oh, beneran ?. Di mana kamu dapetin ini, Tra ?” cepat cepat Nitha meraih bungkusan coklat itu dari tangan Zastra, membukanya lalu menghitung uang itu satu demi satu.

“Petugas di pool taksi yang mengamankan barang itu kebetulan lagi cuti” Zastra mengarang cerita, “ dan baru tadi pagi menyampaikannya padaku”.

“Alhamdulillah….” Nitha tak mampu menyembunyikan kegembiraannya.

“Aku nggak tahu lagi mesti mengatakan apa sama kamu, Tra”.

“Tenang aja, mbak. Yang penting Yudhi dan Khalid bisa kembali ke sekolahnya” hibur Zastra.

“Iya, Tra. Kalau duit ini nggak segera di temukan, entah dengan apa aku menutupi kekurangan pembayaran sekolah dua jagoanku itu”.

“Mbak…”.

“Kenapa, Tra ?”.

“Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan”.

“Apa ?”.

“Aku sudah menetapkan hati. Aku sudah memikirkan masak masak” berhenti sejenak.

“Aku nggak peduli mbak Nitha umurnya jauh di atasku. Aku juga nggak peduli mbak punya dua anak yang sudah menginjak masa dewasa. Aku akan terima semua kenyataan ini dengan ikhlas, asal mbak Nitha mau menerima cintaku…” sampai di situ keringat dingin bercucuran dari balik kening Zastra.

Nitha mendekatkan wajahnya, menatap mata Zastra dalam dalam. Seolah ingin tahu apa yang sedang di rasakan pria di depannya itu.

“Tra…” kata Nitha lirih.

Zastra mendongak.

“Kamu sadar nggak, apa yang baru saja kamu ucapkan itu justru membuat hatiku makin tersiksa ?”.

“Ketika aku katakan bahwa umurku jauh lebih tua darimu, aku berharap kamu mundur teratur. Tapi kenyataannya justru kamu makin nekad. Dan ketika aku sengaja mengenalkanmu dengan kedua anakku, aku berharap kamu segera sadar dan mundur atas kemauan sendiri. Tapi apa yang terjadi ?”.

“Kamu malah melakukan hal yang sama sekali di luar dugaanku”.

“Aku mencintai, mbak…” Zastra membela diri.

“Mencintai apa ?” setengah menghardik.

“Aku tulus, mbak…”.

“Tulus ?. Tulus yang seperti apa ?” tantang Nitha.

“Kamu tahu, siapa sebenarnya aku ?”.

“Aku mengenal mbak, lebih dari aku mengenal diriku sendiri” Zastra ngotot.

“Bodoh!!” emosi.

“Mbak…???” Zastra kebingungan.

“Dengar baik baik, Tra” Nitha menarik nafas dalam dalam.

“Nitha yang kamu kenal selama ini, tidak sekedar ibu dari Yudhi dan Khalid” diam sebentar, “ tapi juga berstatus istri orang…”.

“Mbak ???” kali ini Zastra terkejut bukan main. Apa yang baru saja di ucapkan oleh Nitha tak ubahnya petir di siang bolong.

“Kamu pasti bertanya tanya, kenapa lelaki itu tak pernah kamu lihat di rumah ini ?” Nitha menjelaskan, “dia memang jarang tinggal di sini. Hanya sesekali saja berkunjung kemari. Kegiatannya lebih banyak di lakukan di tempat istri tuanya”.

“Jadi….???” Zastra tercekat.

“Ya” angguk Nitha, “aku hanya istri keduanya”.

Zastra terpaku dalam kekalutan. Sedih, kecewa, menyesal dan tak tahu harus berbuat apa. Cintanya pada Nitha sudah kadung mendarah daging dan sulit sekali untuk di musnahkan begitu saja. Segalanya telah ia lakukan untuk merebut hati pujaan hatinya itu. Namun nyatanya, cinta itu tidak hanya bertepuk sebelah tangan, akan tetapi sudah salah sasaran. Mencintai perempuan yang sudah menjadi milik orang lain.

=============

Rintik hujan mengiringi kepergian Zastra. Dengan hati di penuhi rasa pedih Zastra melarikan taksinya menembus kemacetan. Seorang lelaki tua melambaikan tangan, memaksa Zastra untuk menghentikan kendaraannya. Pak Adie, pelanggan setia sekaligus pendengar yang baik setiap kali Zastra menceritakan kisah asmaranya dengan Nitha.

“Tumben, pak Adie ada di sini ?” sambut Zastra berusaha bersikap seperti biasa.

“Kamu baik baik saja, Zas ?” tanya pak Adie seolah tak mempedulikan pertanyaan Zastra.

“Alhamdulillah, pak” lirih.

“Jangan menutupi perasaan, Zas. Bapak tahu semuanya…”.

“Maksud pak Adie ?” saking terkejutnya Zastra sampai menginjak rem mendadak.

“Aku tahu, Nitha sudah menolak cintamu”.

“Darimana pak Adie tahu ?” Zastra penasaran.

Pak Adie tidak segera menjawab. Tangan kanannya merogoh sesuatu dari balik jaket yang ia kenakan.

“Kamu ingat benda ini ?” pak Adie menyodorkan sebuah kantong terbuat dari kertas dengan logo sebuah bank tertera di sana.

“Ini punya mbak Nitha. Kenapa bisa ada di tangan pak Adie ?” Zastra terheran heran.

“Aku menemukannya di jok taksimu. Aku sengaja menyimpannya dan tidak memberitahukan padamu. Bukan karena aku menginginkan uang ini, tapi hanya ingin tahu bagaimana reaksi pemiliknya”.

“Jadi bapak sudah mengenal mbak Nitha ?” Zastra penasaran.

“Uang ini sebenarnya milikku. Aku memberikannya pada Nitha untuk membayar kebutuhan sekolah anak anak. Ketika aku menemukannya di jok taksimu, aku lihat ada kartu nama di dalam kantung ini. Itu yang membuatku yakin bahwa itu uang Nitha”.

“Jadi, bapak ???”.

“Ya, aku suaminya…”

????



Jakarta, Maret 2013

Oleh : Dhan Gubrack

Rabu, 13 Maret 2013

POLLING : GERINDRA MENANGKAN PEMILU, DEMOKRAT JEBLOK

Setidaknya itu yang tergambar dalam polling yang di selenggarakan Team Polling Gubrak (Tampoll Gubrak) yang di mulai 6 Februari – 12 Maret 2013. Polling yang menggunakan metode pertanyaan melalui pesan pendek jejaring sosial (Facebook) ini menjangkau seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali dengan melibatkan 1.335 pengguna jejaring sosial. Pertanyaan yang kami ajukan adalah : 
 

Jika Pemilu Legislatif di gelar sekarang, Partai Politik mana yang akan anda pilih ?

(Pic : viva.co.id)

Kami memberikan 10 pilihan nama nama Partai Politik yang telah di sahkan KPU untuk mengikuti Pemilu serta pilihan ke 11 bagi responden yang belum menentukan pilihan atau menyatakan golput. Metode pengambilan samplenya kami lakukan secara acak, proporsional dan tentu saja hampir sebagian besar (kurang lebih 80-90%) belum berteman dengan relawan survey kami. Dan untuk lebih menjaga independensi, kami juga berusaha untuk tidak mengirim pertanyaan kepada responden yang memiliki mutual friend banyak. Walaupun responden itu sendiri belum berteman dengan relawan kita.



Gerindra Rebut DKI Jakarta dan Meraih Suara Signifikan di Hampir Semua Provinsi



(Pict : pppic.com)

Dalam polling sebelumnya, yakni polling  menggunakan metode mengirimkan pesan pendek melalui nomer ponsel anggota Gubrak se Indonesia beberapa bulan lalu, popularitas partai besutan mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto ini sebenarnya sudah mulai terbaca. Setidaknya Gerindra lebih banyak di minati Gubraker di banding partai gajah lainnya semacam Golkar, PDI Perjuangan dan Demokrat. Survey itu tentu saja mengejutkan bagi kami. Apalagi kita ketahui, walaupun banyak lembaga survey memprediksi Gerindra akan mengalami peningkatan pesat di Pemilu 2014, akan tetapi angkanya tidak sampai mengungguli Golkar maupun PDI Perjuangan. Bahkan beberapa lembaga survey hanya menempatkan Gerindra di bawah Partai Demokrat.

Ini pula yang melecut Tampoll Gubrak untuk menggelar polling susulan dengan menggunakan media lain (jejaring sosial) untuk menguji apakah suara Gubraker itu benar benar linier dengan keinginan masyarakat lain. Walaupun area yang kami ambil lebih sempit, yaitu Pulau Jawa dan Bali, akan tetapi secara kualitas dan kuantitas polling kami kali ini jauh lebih baik. Apalagi seperti kita tahu, pemilih yang berada di Jawa-Bali setidaknya mewakili separuh dari total pemilih Indonesia. Jadi bisa di bilang kawasan ini menjadi barometer seluruh wilayah Indonesia.

Lalu daerah mana saja yang berpotensi menjadi lumbung suara Partai Gerindra ?

Setidaknya kami mencatat ada dua daerah dimana Gerindra mendapat perolehan suara besar. Yaitu DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Di ibukota, partai yang baru sekali ikut pemilu dan hanya mendapatkan suara sedikit di atas ambang batas di 2009 ini terlihat superior. Di pilih oleh 17,92% responden, jauh di atas para pesaingnya yang rata rata memperoleh dukungan di bawah 7%. Suara signifikan juga di peroleh di Jawa Tengah, 13,46%. Unggul atas PKB di peringkat dua yang mendapatkan poin 11,26% dan PDI Perjuangan di posisi ketiga dengan dukungan 6,59%.

Selain di kedua wilayah itu, dukungan responden terhadap Gerindra di tempat lain juga cukup besar. Partai berlambang kepala burung garuda ini selalu masuk 3 besar di setiap provinsi di Jawa – Bali. D Jawa Timur misalnya, kendati masih berada di bawah PKB (15,13%) dan PDI Perjuangan (8,30%), suara Partai Gerindra juga cukup besar. Yakni 7,41%. Tingkat penyebarannyapun cukup merata di hampir setiap kabupaten/kota. Bahkan di Surabaya, Gerindra di perkirakan unggul.

Kita bergeser ke Jawa Barat di mana PKS dan Golkar masih cukup kuat menancapkan dominasinya. Di wilayah ini Gerindra bercokol di posisi 3 dengan raihan sebesar  9%. Hampir sama dengan daerah lain, tingkat penyebaran pemilih Gerindra juga cukup merata. Tak pelak, ini menjadikan Gerindra sebagai kuda hitam di Jawa Barat. Dan jika trendnya terus positif, bukan tidak mungkin partai dengan nomor urut 6 ini mengkudeta Golkar dan PKS yang menduduki peringkat pertama dan kedua dengan torehan angka sama sama 11,75%.

Alasan responden memilih Gerindra sebenarnya sederhana, mereka lebih banyak melihat figur Prabowo Subianto. Dan hampir kebanyakan pemilih Gerindra adalah mereka yang menginginkan Prabowo menjadi Presiden RI di 2014 nanti. Artinya, tesis bahwa elektabilitas Prabowo yang jauh meninggalkan partainya terpatahkan sudah. Mereka yang menginginkan Prabowo menjadi Presiden RI sebagian besar akhirnya juga melabuhkan pilihannya pada Gerindra.



Demokrat Hancur di Semua Tempat

Pada tahun 2009 lalu, Partai Demokrat menjadi jawara di hampir semua provinsi di Jawa. Merebut Jawa Timur dari tangan PKB, mendapatkan dukungan besar di Jawa Tengah, menang di Jawa Barat dan paling prestisius adalah memegang kendali di DKI Jakarta. Namun untuk pemilu 2014, Partai Demokrat sepertinya tak akan mampu lagi mengulang sejarah. Tidak satupun daerah di Pulau Jawa, Madura dan Bali yang sanggup di menangkan Demokrat. Bukan saja gagal mengulang sejarah, bahkan untuk memperoleh suara yang sama di pemilu 2004 (sekitar 7%) pun rasanya sangat berat bagi partai yang di besut Susilo Bambang Yudhoyono ini. Alih alih mempertahankan suaranya di awal ikut pemilu, Demokrat justru terjerembab di papan bawah dengan dukungan rata rata 2,5% di setiap provinsi dan hanya unggul tipis dari Nasdem, PAN dan Partai Hanura yang menduduki peringkat terbawah.

Dan lagi lagi biang keladinya adalah kasus kasus korupsi yang menimpa kader kadernya. Angka 2,5% sudah pasti menjadi kabar buruk bagi Demokrat. Jika tidak segera di cari formula yang tepat, boleh jadi partai yang sempat fenomenal di 2009 ini bakal tinggal kenangan.
(Pict : berdikarionline.com)



Tak Ada Pilihan Lain, Nahdliyin Balik Kandang ke PKB

Selain fenomena kemenangan Gerindra, dukungan luar biasa responden terhadap PKB juga menjadi bagian dari kejutan tersendiri yang mungkin akan terjadi di 2014. Partai yang di deklarasikan ulama ulama besar semisal, KH Abdurahman Wahid, KH Musthofa Bisri, KH Ilyas Ruchiyat dan lain lain ini di prediksikan akan mengalami banyak kemajuan di 2014. Merebut kembali dominasinya di Jawa Timur, berpotensi menang di Jawa Tengah serta Yogyakarta dan moncer di DKI maupun Banten.

Di Jawa Timur misalnya, PKB di perkirakan akan kembali merebut daerah daerah yang dulu sempat menjadi lumbung suaranya di Pemilu 1999 dan 2004. Seperti di wilayah Tapal Kuda, Pantura (Gresik, Lamongan,Tuban) dan Jawa Timur bagian tengah. PKB juga berpotensi meraih suara signifikan di wilayah Mataraman.

Di Jawa Tengah, kekuatan PKB terlihat jelas di pesisir utara. Membentang dari Rembang hingga Brebes. Tidak hanya di utara saja, di wilayah eks karesidenan Magelang, PKB juga tampil eksis dan berpeluang merebut beberapa kabupaten. Begitu pula dengan kawasan Banyumasan. Suara PKB di kawasan ini di perkirakan akan mengalami peningkatan. Satu satunya daerah yang sulit di tembus PKB hanyalah Solo Raya

Lantas, alasan apa gerangan yang membuat PKB begitu mengejutkan ?.

Pertama ideologi. Kendati tidak secara jelas menyatakan sebagai partai NU, akan tetapi akar sejarah PKB tidak bisa di lepaskan dari faktor NU. Tentu, ada partai lain selain PKB yang sama sama berangkat dari basis Islam tradisional. Akan tetapi PKB tentu berbeda. Jika PPP lahir akibat fusi dari beberapa partai Islam, PKB murni di bentuk oleh tokoh tokoh NU. Ini yang menjadikan PKB lebih berwarna NU daripada partai manapun.

Kedua, minimnya pilihan. Keputusan KPU yang hanya meloloskan 10 parpol nasional tak pelak menjadi berkah tersendiri bagi PKB. Setelah sekian pemilu harus berkompetisi dengan banyak partai berbasis massa sama, kini PKB cukup berlega hati karena nyaris hanya PPP yang menjadi kompetitornya. Banyak responden yang mengatakan kepada kami bahwa mereka tak punya pilihan lain selain memilih PKB. Terlepas ketidaksetujuan mereka terhadap kepemimpinan Muhaimin. PKB, oleh sebagian warga Nahdliyin masih di anggap sebagai representasi politik NU.

Ketiga, kasus kasus korupsi yang melanda partai sekuler. Tentu saja ini masih menjadi tanda tanya. Sebab, kasus kasus korupsi tidak hanya melibatkan partai partai nasionalis, tapi juga partai berbasis agama. Namun demikian, persepsi masyarakat bisa jadi berbeda. Dalam pandangan masyarakat, biang korupsinya tentu saja adalah pemegang tampuk kekuasaan. Di mana di sana di dominasi oleh partai partai sekuler, baik di kekuasaan legislatif maupun eksekutif. Sementara partai partai berbasis agama hanya berperan sebagai pelengkap. Jadi kalau di ukur dosanya, tentu partai sekuler lebih banyak berlumuran dosa di banding partai berbasis agama.

Keempat, menguatnya semangat sektarian. Setuju atau tidak, sektarianisme yang melanda  umat Islam secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap popularitas partai agama. Di Indonesia, kita mengenal adanya dua varian besar umat Islam. Tradisional dan modernis. Tradisional di wakili oleh NU, sementara modernis di wakili oleh Muhammadiyah. Tentu saja pembagian ini tidak seluruhnya benar. Akan tetapi juga tidak sepenuhnya salah. Walaupun keduanya sama sama mengklaim diri muslim, akan tetapi faktanya terdapat banyak perbedaan. Dalam hal pilihan politik maupun amaliah keagamaan. Dalam politik, kaum tradisional cenderung memilih partai berbasis NU maupun partai tengah yang mengakomodir kepentingan mereka. Sementara kaum modernis lebih suka melabuhkan pilihannya pada partai yang secara genetika sama. Misalnya PAN maupun PKS.

Di akar rumput, kedua varian ini juga tidak sepenuhnya bisa di damaikan. Perdebatan perdebatan klasik mengenai amaliah keagamaan hingga periode ini masih menggejala di kalangan masyarakat dan seolah tak pernah ada habisnya. Di jejaring sosial misalnya, banyak sekali kita temukan komunitas komunitas maupun individu yang mengangkat tema tema klasik semacam tahlil, ziarah kubur, maulid dan lain lain. Perdebatan lain soal apakah agama harus menjadi bagian dari politik atau tidak juga terus di dengungkan. Akibatnya, secara tidak sadar masyarakat terkristalisasi dan terkonsolidasi ke dalam dua kubu. Dan bisa di tebak, permasalahan itu juga terseret ke ranah  politik. Mereka akan berlomba lomba mencari penopang politik untuk memperkuat posisinya. Kaum tradisional akan berusaha sekuat mungkin mencegah partai di mana banyak kaum modernis bernaung di bawahnya, menang. Sementara kaum modernis juga tak mau ketinggalan untuk mengulang kembali kisah pemilu 2009 dimana partai mereka bisa mengungguli partai milik kaum tradisional.

Dan apa yang tergambar di dalam polling Gubrak kali ini mengindikasikan demikian. Ketika di satu sisi PKB mengalami peningkatan luar biasa, di saat yang bersamaan PKS juga di prediksikan mengalami penguatan. Setidaknya, untuk sementara waktu elektabilitas partai bulan sabit kembar ini mampu bercokol di posisi 4 dengan torehan angka sebesar 6,29%. Kasus kasus korupsi yang menimpa elite PKS maupun PKB seolah tak memiliki pengaruh signifikan.
(Pict : indonesiarayanews.com)



PDI Perjuangan dan Golkar kemana ?

Polling Gubrak kali ini juga menyajikan kejutan lain. Di mana Golkar dan PDI Perjuangan sudah tidak di anggap lagi sebagai kekuatan politik yang menakutkan. PDI Perjuangan walaupun dalam polling masih cukup populer, akan tetapi tidak terlihat mengalami peningkatan. Mereka hanya mampu mempertahankan dominasinya secara pasti di pulau Bali dan terlihat kuat di Banten, tapi melemah di tempat lain. Setali tiga uang, Golkar juga mengalami nasib serupa. Partai beringin di prediksi hanya mampu unggul di Jawa Barat, tapi tidak terlalu populer di tempat lain.

Penyebab utamanya sudah pasti figur pemimpin kedua partai yang tidak memiliki nilai tambah untuk menarik dukungan lebih luas dari masyarakat. Megawati di anggap representasi kaum tua dan di ragukan mampu tampil prima memimpin Indonesia. Sementara keberadaan Aburizal Bakrie yang elektabilitasnya lebih rendah dari partai Golkar justru menjadi persoalan tersendiri. Alih alih pencalonan dirinya sebagai capres bisa menaikkan elektabilitas partai, justru yang terjadi elektabilitas Partai Golkar berpotensi terjun bebas seiring rendahnya dukungan masyarakat terhadap Aburizal Bakrie.

Baik PDI Perjuangan maupun Partai Golkar seharusnya berpikir realistis. PDI Perjuangan misalnya, harus berani mewacanakan figur figur baru yang layak di jual dan berpotensi menambah suara partai. Sementara Golkar, ada baiknya melakukan koreksi atas pencalonan ARB. Golkar harus belajar pengalamannya di masa silam ketika membuka kran lebar lebar bagi masuknya kandidat di luar partai melalui mekanisme konvensi. Kendati pemenang konvensi gagal meraih kursi presiden, namun secara organisasi, Golkar di apresiasi masyarakat.

Namun demikian, ini semua hanya sebatas polling. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Apalagi angka responden yang belum menentukan cukup tinggi. Yaitu di kisaran angka 47%. Belum lagi polling ini hanya menyasar responden di pulau Jawa, Madura dan Bali. Kami belum mengetahui persis, bagaimana situasi di luar Jawa. Akan tetapi, jika kita belajar dari pemilu ke pemilu, apa yang terjadi di pulau Jawa biasanya juga akan berimbas ke luar Jawa.


Di bawah ini adalah hasil Polling

Area : Pulau Jawa, Madura dan Bali

Populasi : 60% dari total penduduk Indonesia

Kursi DPR RI : 315 (56,25%) dari 560 Kursi DPR RI 

Jumlah Responden : 1335


Rincian

1. Partai Nasional Demokrat : 3,52%

2. Partai Kebangkitan Bangsa : 9,36%

3. Partai Keadilan Sejahtera : 6,29%

4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : 7,41%

5. Partai Golongan Karya : 5,69%

6. Partai Gerakan Indonesia Raya : 10,48%

7. Partai Demokrat : 2,54%

8. Partai Amanat Nasional : 2,47%

9. Partai Persatuan Pembangunan : 3,59%

10. Partai Hati Nurani : 1,42%

11. ABSTAIN : 47,94%

TOTAL SAMPLE : 1335



Relawan Tampoll Gubrak

Dhan Gubrack
Sabar
Subhan
Dyah
Dewi